Televisi
sebagai media informasi sekaligus hiburan memang telah mampu memberikan servis
yang maksimal kepada para pemirsanya.
Informasi yang aktual baik dari dalam maupun luar negeri dan alternatif hiburan yang murah meriah serta beraneka
ragam ditambah jam tayang yang tak mengenal batas waktu benar-benar memanjakan
para penikmatnya. Namun demikian teramat disayangkan diantara program-program
acara yang ditampilkan kurang bermutu , kurang bermanfaat, atau malah justeru
sebaliknya lebih banyak ‘madlarat’ dari pada ‘manfaatnya’.
Meskipun
usianya ‘masih muda’ dibandingkan media komunikasi lainnya, Tidak
dapat dipungkiri belakangan ini televisi merupakan media komunikasi yang sangat
banyak digandrungi masyarakat kita bahkan bisa dikatakan konsumsinya sangat penting.
Ini dapat dibuktikan dengan antusiasme serta animo masyarakat yang tinggi
terhadap media ini. Media berita ‘tanpa kawat’ yang lebih dramatis. Ia memberikan
gerakan pada gambar tiruan, serta menciptakan suasana akrab dengan bunyi
suaranya dimana gambar serta suaranya mempunyai jangkauan yang sangat luas dan
dapat dilihat atau didengar dari jarak jauh. Teorinya,
gambar dapat dipilih dari udara, diolah selama enam puluh detik, dan
diproyeksikan pada layar dengan segera.
Perkembangan
televisi dewasa ini sudah dianggap luar biasa, perdagangannya dimulai sejak
tahun 1945. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya menunjukkan perkembangan
secara luas. Sebagaimana rencana “ the federal communication commission “ yang
mempertimbangkan kemungkinan 2000 stasiun televisi yang akan melayani
masyarakat terakhir. The A.C. nielsen Company sendiri memperkirakan dari
sekitar 48 juta lebih televisi yang dipasang sekarang, 44,5 juta digunakan dan
ditempatkan didalam rumah-rumah keluarga. Kemudian 11 % dari rumah-rumah tersebut
mwmiliki lebih dari satu set. Bayangkan !.
Sebagai media
komunikasi serta hiburan, tentu televisi juga tidak lepas dari berbagai
kritikan. Salah satunya dari Jack Gould ( pengkritik Radio dan Televisi ) . ia
pernah mengemukakan komentarnya pada halaman muka “ The New York Times “
mengenai konsumsi televisi. Menurutnya “ Antene yang terpancang pada setiap
atap rumah sekarang, menandakan suatu perubahan dasar dari pada tabiat suatu
bangsa. Rumah sudah menjadi pusat kepentingan yang baru bagi sebagian besar kelompok
manusia didunia “. Dari pendapat itu bisa ditarik kesimpulan bahwa
kekhawatiran sebagian kalangan tentang semakin tingginya animo masyarakat
terhadap tanyangan televisi yang akan berdampak
pada aktifitas monoton didalam rumah yang kontra produktif, yaitu masyarakat
yang ‘gandrung’ didepan layar kaca.
Selain pendapat
diatas terdapat juga pendapat yang mensinyalir tentang beberapa tayangan
televisi yang tidak mendidik dan tidak mencerdaskan masyarakat bahkan
sebaliknya membodohi dan menyesatkan. Hal tersebut juga diakibatkan kompetisi
atau persaingan antar stasiun televisi dalam menayangkan program acara agar
lebih menarik hati pemirsanya, bahkan seringkali tidak lagi meng-indahkan
norma-norma khususnya norma agama demi kompetisi tersebut.
Berdasarkan
kesepakatan para Alim Ulama NU dalam Munas Nahdlatul Ulama kamis 27 juli 2006
di asrama Sukolilo Surabaya Jawa Timur, diputuskan bahwa menayangkan atau
menyiarkan, menonton atau mendengarkan acara yang menyingkap atau membeberkan kejelekan
seseorang melalui acara apapun hukumnya haram. Selain itu, bukan hanya tayangan
infotainment saja yang diharamkan tapi masih banyak tayangan film-film vulgar
yang mempertontonkan aurat sehingga lambat laun akan berdampak pada moralitas
yang melenceng dari norma-norma. Selain
itu masih banyak tayangan-tanyangan seperti sinetron-sinetron yang menghiasi
layar kaca kita, yang diproduksi baik itu sinetron remaja, dewasa, komedi,
sampai sinetron reliji-pun tidak lepas
dari sorotan kritik. Meskipun ada batasan kategori
acara-acara yang dikonsumsi baik itu untuk anak-anak, remaja, atau dewasa juga
apakah tayangan-tayangan untuk dewasa
-yang ditayangkan pada jam-jam malam misalnya- apakah menjamin anak
dibawah umur tidak akan nonton ?. selain tayangan-tayangan hiburan televisi juga
menayangkan acara pengajian atau kultum akan tetapi bukan pada jam-jam
strategis atau jam-jam dimana biasanya banyak orang menonton televisi, sehingga
tetap saja acara tersebut tidak mencapai target atau tujuan yang diharapkan.
Demikianlah
gambaran dinamika pertelevisian khususnya dinegara kita. Kemampuan televisi
mencapai waktu dan jarak yang bersamaan, saat jutaan manusia melihat dan
mendengar manusia sesamanya secara simultan, merupakan manfaat yang dimilikinya
bagi publik yang melewatkan waktu luangnya. Namun disisi lain televisi juga
sering digunakan sebagai alat propaganda yang ampuh sehingga mampu menghipnotis
siapa saja menyaksikannya. Dalam waktu sekejap penonton sksn mudah terbawa oleh
isu-isu yang disampaikan melalui media tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar