Sabtu, 15 Desember 2012

pengertian ushul fiqh


Pengertian Ushul Fiqh dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu : kata Ushul dan kata Fiqh; dan dapat dilihat pula sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu Syari'ah. 
Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh.
Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh.
Sedangkan menurut istilah, ashl dapat berarti dalil, seperti dalam ungkapan yang dicontohkan oleh Abu Hamid Hakim :

Artinya:
"Ashl bagi diwajibkan zakat, yaitu Al-Kitab; Allah Ta'ala berfirman: "...dan tunaikanlah zakat!."
Dan dapat pula berarti kaidah kulliyah yaitu aturan/ketentuan umum, seperti dalam ungkapan sebagai berikut :

Artinya:
"Kebolehan makan bangkai karena terpaksa adalah penyimpangan dari ashl, yakni dari ketentuan/aturan umum, yaitu setiap bangkai adalah haram; Allah Ta'ala berfirman : "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai... ".
Dengan melihat pengertian ashl menurut istilah di atas, dapat diketahui bahwa Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua kata, berarti dalil-dalil bagi fiqh dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi fiqh.
Fiqh itu sendiri menurut bahasa, berarti paham atau tahu. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid al-Jurjaniy, pengertian fiqh yaitu :

Artinya:
"Ilmu tentang hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci."
Atau seperti dikatakan oleh Abdul Wahab Khallaf, yakni:

Artinya:
"Kumpulan hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci".
Yang dimaksud dengan dalil-dalilnya yang terperinci, ialah bahwa satu persatu dalil menunjuk kepada suatu hukum tertentu, seperti firman Allah menunjukkan kepada kewajiban shalat.

Artinya:
".....dirikanlah shalat...."(An-Nisaa': 77)
Atau seperti sabda Rasulullah SAW :

Artinya:
"Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar (benda yang memabukkan)." (HR Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah).
Hadits tersebut menunjukkan kepada keharaman jual beli khamar.
Dengan penjelasan pengertian fiqh di atas, maka pengertian Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu dalil-dalil bagi hukum syara' mengenai perbuatan dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi pengambilan hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Tidak lepas dari kandungan pengertian Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua buah kata tersebut, para ulama ahli Ushul Fiqh memberi pengertian sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu syari'ah. Misalnya Abdul Wahhab Khallaf memberi pengertian Ilmu Ushul Fiqh dengan :

Artinya:
"Ilmu tentang kaidah-kaidah (aturan-atura/ketentuan-ketentuan) dan pembahasan-pemhahasan yang dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci."
Maksud dari kaidah-kaidah itu dapat dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan, yakni bahwa kaidah-kaidah tersebut merupakan cara-cara atau jalan-jalan yang harus ditempuh untuk memperoleh hukum-hukum syara'; sebagaimana yang terdapat dalam rumusan pengertian Ilmu Ushul Fiqh yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah sebagai berikut :

Artinya :
"Ilmu tentang kaidah-kaidah yang menggariskan jalan-jalan utuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dan dalil-dalilnya yang terperinci."
Dengan lebih mendetail, dikatakan oleh Muhammad Abu Zahrah bahwa Ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu yang menjelaskan jalan-jalan yang ditempuh oleh imam-imam mujtahid dalam mengambil hukum dari dalil-dalil yang berupa nash-nash syara' dan dalil-dalil yang didasarkan kepadanya, dengan memberi 'illat (alasan-alasan) yang dijadikan dasar ditetapkannya hukum serta kemaslahatan-kemaslahatan yang dimaksud oleh syara'. Oleh karena itu Ilmu Ushul Fiqh juga dikatakan :

Artinya:
"Kumpulan kaidah-kaidah yang menjelaskan kepada faqih (ahli hukum Islam) cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalil syara'."
Perbedaan Kaidah Ushul dan Kaidah Fiqih
Di antara para peneliti di bidang kaidah ushulfiqh dan kaidah fikih menyatakan bahwa yang pertama kali membedakan antara kaidah ushul dan kaidah fikih adalah al-Qurafi (w. 684 H), yang menyatakan bahwa
Di antara para peneliti di bidang kaidah ushulfiqh dan kaidah fikih menyatakan bahwa yang pertama kali membedakan antara kaidah ushul dan kaidah fikih adalah al-Qurafi (w. 684 H), yang menyatakan bahwa "syariah itu ada dua hal, yaitu ushul dan furu, sedangkan ushul terbagi dua, yaitu ushul fiqh dan kaidah-kaidah kuliyah fiqhiyah"

Lebih jauh lagi Ali Ahmad al-Nadwi memerinci perbedaan antara kaidah ushul dan kaidah-kaidah fikih.

  1. Kaidah-kaidah ushul adalah timbangan dan patokan untuk melakukan istinbath al-ahkam secara benar. Dengan ushul fiqh digali hukum-hukum dari dalil-dalilnya, seperti hukum asal dari kata perintah (al-amr) adalah wajib, kata-kata larangan menunjukkan haram.
  2. Kaidah ushul fiqh meliputi semua bagian, sedang kaidah fikih hanya bersifat aglabiyah (pada umumnya), sehingga banyak sekali pengecualiannya. Dalam hal ini komentar Jaih Mubarok, penulis kira ada benarnya, yang menyatakan bahwa dalam kaidah ushul pun ada kekecualiannya.
  3. Kaidah ushulfiqh adalah cara untuk menggali hukum syara’ yang praktis, sedangkan kaidah fikih adalah kumpulan hukum-hukum yang serupa yang kembali kepada satu hukum yang sama. Menurut hemat penulis, kaidah-kaidah fikih pun bisa menjadi cara untuk menetapkan hukum syara yang praktis. Sehingga sering terjadi, di samping menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh juga menggunakan kaidah-kaidah fikih dalam menentukan hukum terutama dalam penerapan hukum (tathbiq al-ahkam).
  4. Kaidah-kaidah ushul muncul sebelum furu. Sedangkan kaidah fikih muncul setelah/«ru’. Hal inilah yang penulis coba gambarkan di dalam proses pembentukan kaidah-kaidah fikih.
  5. Kaidah-kaidah ushul menjelaskan masalah-masalah yang terkandung di dalam berbagai macam dalil yang rinci yang memungkinkan dikeluarkan hukum dari dalil-dalil tersebut. Sedangkan kaidah fikih menjelaskan masalah fikih yang terhimpun di dalam kaidah tadi.
 
Seperti dijelaskan oleh Abu Zahrah bahwa kaidah-kaidah ushul adalah metode yang digunakan oleh ahli hukum Islam agar dia tidak salah dalam menentukan hukum. Dengan menggunakan kaidah-kaidah ushul dia bisa menghasilkan hukum-hukum fikih yang sangat rinci atau disebut furu.24 Di sinilah ada perbedaan antara yang umum (kaidah- kaidah ushul) dengan furu atau fikih sebagai hasil dari penggunaan kaidah-kaidah ushul tadi. Inilah yang penulis maksud dengan penggunaan pemikiran secara deduktif, sedangkan kaidah-kaidah fikih muncul dengan cara meneliti/istiqra terhadap fikih yang rinci tadi, dengan mencari persamaan-persamaannya hasilnya memunculkan kaidah-kaidah fikih. Inilah yang penulis maksud bahwa di dalam menentukan kaidah-kaidah fikih digunakan pola pikir induktif, karena itu tidak muncul kaidah-kaidah fikih kecuali setelah adanya fikih, meskipun kemudian kaidah fikih sebagai "teori umum di dalam fikih Islam",25 bisa digunakan untuk memecahkan masalah-masalah baru yang muncul dengan meng-qiyas-kannya kepada masalah-masalah lain yang ada di bawah ruang lingkup kaidah fikih tadi.

Selain itu kaidah-kaidah ushul adalah hasil penelitian ahli ushul fiqh dan terdapat di dalam kitab-kitab ushul fiqh. Sedangkan kaidah- kaidah fikih adalah hasil penelitian fuqaha (ahli fikih) dan terdapat di dalam kitab-kitab kaidah fikih dan/atau kitab-kitab fikih.

Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan kebahasaan termasuk kaidah usul dan kaidah yang digunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya juga termasuk kaidah ushul, misalnya kaidah-kaidah yang berhubungan dengan qiyas, istishab.

Memang ada juga beberapa kaidah ushul fiqh yang dimasukkan oleh para ulama di dalam kaidah-kaidah fikih.26 Hal semacam ini bisa terjadi karena, pertama, di dalam proses pengujian kaidah-kaidah fikih oleh Al-Qur’an dan hadis nabi, bisa bertemu dengan beberapa kaidah yang telah dikumpulkan oleh ahli ushul fiqli, sehingga digunakanlah sebagai kaidah fikih, bukan sebagai kaidah ushul fiqh seperti halnya ada kaidah-kaidah fikih yang sama dengan hadis nabi. Maka para ahli fikih menggunakannya bukan sebagai hadis tapi sebagai kaidah fikih.

25 Istilah teori umum dalam fikih Islam, penulis meminjam dari Abu Zahrah dengan kata-katanya, "al-Nazhariyat al-’Ammah li al-fiqh al-Islam". Meskipun demikian ada pula ulama yang membedakan antara kaidah fikih dengan teori-teori fikih, misalnya, Mustafa Ahmad Zarqa, di dalam bukunya al-Fiqh al-lslamifi Tsaubih al-Jadid, (lilin. 237). juga Ahmad al-Nadwi (hhn. 62).

Akan tetapi proses pembentukan kedua kaidah itu tetap berbeda. Jadi dua proses yang berbeda atau dua metode yang berbeda bisa menghasilkan kaidah yang sama, hal tersebut malah bisa menunjukkan kadar kebenarannya lebih tinggi.

Kedua, apabila kaidah yang sama tadi digunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadis yang rinci, maka itu jelas kaidah ushul. Tetapi apabila kaidah tadi digunakan untuk memberikan hukum dalam perbuatan mukallaf, maka kaidah tadi disebut kaidah fikih. Dengan kata lain apabila kaidah digunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalilnya, itu adalah kaidah ushul. Sedangkan apabila kaidah tadi digunakan untuk menerapkan hukum (tathbiq al- ahkam) itu adalah kaidah fikih.

Ketiga, dalam sistem hukum Islam, meskipun ada perbedaan antara kaidah ushul dan kaidah fikih, para ulama selalu mempertimbangkan keduanya agar meraih maslahat dan menolak mafsadah, serta hukum yang dihasilkan benar, baik, dan indah.
Kegunaan Kaidah Fikih
Berbagai unglcapan para ulama tentang kepentingan dan manfaat dari kaidah-kaidah fikih ini, antara lain: "Dengan kaidah-kaidah fikih kita tahu hakikat dari fikih, objek bahasanfikih, cara pengambilan fikih dan rahasia-rahasia

Berbagai unglcapan para ulama tentang kepentingan dan manfaat dari kaidah-kaidah fikih ini, antara lain: "Dengan kaidah-kaidah fikih kita tahu hakikat dari fikih, objek bahasanfikih, cara pengambilan fikih dan rahasia-rahasia fikih, menjadi terampil di dalam memahami fikih dan menghadirkan fikih".27 "Sesungguhnya kaidah-kaidah fikih itu menggambarkan nilai-nilai fikih, kebaikan dan keutamaan serta intinya. Dari bentuk dan uraian tentang kaidah fikih menampakkan pola pikir fikih Islam yang sangat luas dan mendalam dan tampak pula kekuatan filosofinya yang rasional serta kemampuannya di dalam mengumpulkan fikih dan mengembalikannya kepada akarnya".28
Hasbi al-Shiddieqy menyatakan bahwa nilai seorang fakih (ahli hukum Islam) diukur dengan dalam dan dangkalnya dalam kaidah fikih ini, karena di dalam kaidah fikih terkandung rahasia dan hikmah-hikmah fikih".29
Dari uraian di atas bisa disimpulkan kegunaan kaidah-kaidah fikih,
antara lain:
  1. Dengan mengetahui kaidah-kaidah fikih kita akan mengetahui asas-asas umum fikih. Sebab, kaidah-kaidah fikih itu berkaitan dengan materi fikih yang banyak sekali jumlahnya. Dengan kaidah-kaidah fikih kita mengetahui benang merah yang mewarnai fikih dan menjadi titik temu dari masalah-masalah fikih.
  2. Dengan memerhatikan kaidah-kaidah fikih akan lebih mudah menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang dihadapi, yaitu dengan memasukkan masalah tadi atau menggolongkannya kepada salah satu kaidah fikih yang ada.
  3. Dengan kaidah fikih akan lebih arif di dalam menerapkan fikih dalam waktu dan tempat yang berbeda untuk keadaan dan adat kebiasaan yang berlainan.
  4. Dengan menguasai kaidah-kaidah fikih, bisa memberikan jalan keluar dari berbagai perbedaan pendapat di kalangan ulama, atau setidaknya menguatkan pendapat yang lebih mendekati kepada kaidah-kaidah fikih.
  5. Orang yang mengetahui kaidah-kaidah fikih akan mengetahui rahasia-rahasia dan semangat hukum-hukum Islam (ruh al-hukrn) yang tersimpul di dalam kaidah-kaidah fikih.
  6. Orang yang menguasai kaidah-kaidah fikih di samping kaidah-kaidah ushul, akan memiliki keluasan ilmu, dan hasil ijtihadnya akan lebih mendekati kepada kebenaran, kebaikan, dan keindahan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar



Komentar